Adab Muqaran dan Realitas Keterpengaruhan Lapangan Sastra

"al-Adab al-Muqaran: Jalinan Sastra" "Jejak Sejarah al-Adab al-Muqaran" "al-Adab al-Muqaran: Keterpengaruhan Sastra" "Mengurai Esensi al-Adab al-Muqaran" "Berkisah Tentang al-Adab al-Muqaran" "Pintu Masuk Sastra: al-Adab al-Muqaran" "Eksplorasi al-Adab al-Muqaran" "Makna Tersembunyi al-Adab al-Muqaran" "Kajian Sastra: al-Adab al-Muqaran" "al-Adab al-Muqaran: Sastra dalam Sorotan"

Apakah Anda pernah bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan al-Adab al-Muqaran? Dalam upaya memahami keberagaman dalam sastra, mari kita menjelajahi konsep menarik ini. Artikel ini akan membawa kita melalui definisi al-Adab al-Muqaran, memberikan gambaran singkat mengenai sejarahnya, dan merinci bagaimana konsep ini memberikan keterpengaruhannya yang menarik terhadap lapangan sastra. Melalui panduan ini, kita akan melihat bahwa al-Adab al-Muqaran bukan hanya sebuah metode kajian, tetapi juga sebuah jendela yang membuka cakrawala baru terhadap keterkaitan sastra dari berbagai perspektif. Mari kita bersama-sama menggali keunikan dan makna yang tersembunyi dalam al-Adab al-Muqaran.

Pengertian Adab Muqaran

Adab Muqaran, sebuah konsep yang berasal dari penggabungan dua kata, yaitu Al-Adab dan al-Muqaran, mengarah pada pemahaman mendalam terkait dengan sastra bandingan. 

Pertama,  Al-Adab dalam sastra Arab merujuk pada kata أدب -يأدب-أدبا yang berarti beradab atau sopan santun. 

Menurut Thaha, dalam bukunya yang berjudul "Al-Adabu Al-Muqaran," konsep sastra dapat dijelaskan dengan istilah at-Ta’tsir, yang artinya kemampuan mempengaruhi melalui bahasa sebagai medium. Mari kita pikirkan seperti ini: bayangkan seorang penulis buku ingin menyampaikan ide atau perasaannya kepada pembaca. Sastrawan, atau penulis, menjadi pengaruh (muattsir) yang mencoba memengaruhi pembaca (al-Mutaatsir). Dengan kata lain, sastra atau Al-Adabu adalah proses di mana pengaruh dari penulis berpindah kepada pembaca melalui kata-kata yang tertulis dalam sebuah karya. Jadi, sastra adalah tentang bagaimana kata-kata dapat mempengaruhi perasaan dan pemikiran orang yang membacanya.

Ketika kita melanjutkan ke pemahaman kedua, al-Muqaran yaitu konsep ini mengacu pada bandingan. Dengan kata lain, Adab Muqaran pada dasarnya membicarakan tentang sastra bandingan. Thaha Nada, dalam penjelasannya, mengungkapkan bahwa Adab Muqaran adalah suatu kajian mendalam tentang bagaimana sastra suatu bangsa atau kebangsaan berinteraksi dalam konteks sejarah atau ciri-ciri khas sastra itu sendiri.

Ahmad Syauqi Ridhwan dalam bukunya yang berjudul "Madkhal ila al-Dars al-Adabi al-Muqaran"  menjelaskan bahwa Adab Muqaran adalah suatu bidang ilmu yang berupaya mengkaji dan menemukan hubungan yang saling terkait antara dua karya sastra atau bahkan lebih, dengan melakukan studi yang melibatkan lintas batas negara.

Mari kita bayangkan ini seperti sebuah perbandingan antara dua karya sastra dari dua negara yang berbeda. Sebagai contoh, kita dapat memikirkan bagaimana puisi dari Indonesia dapat dibandingkan dengan puisi dari Mesir. Adab Muqaran melibatkan pemahaman mendalam tentang bagaimana sastra dari dua negara tersebut saling berhubungan, sejauh mana pengaruhnya, dan bagaimana keduanya dapat memberikan inspirasi satu sama lain.

Pentingnya pemahaman Adab Muqaran juga melibatkan kajian terhadap bagaimana sastra suatu negara dapat memengaruhi dan membentuk identitasnya sendiri. Misalnya, bagaimana novel-novel dari suatu negara dapat mencerminkan nilai-nilai dan peristiwa sejarah yang khas dari negara tersebut. Adab Muqaran mencakup pemahaman tentang interaksi yang kompleks antara sastra nasional atau kebangsaan dengan konteks sejarahnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Sastra Bandingan merupakan disiplin ilmu yang berusaha mengkaji dan menemukan interkoneksi di antara dua karya sastra atau bahkan lebih, dengan melakukan studi yang melibatkan lintas batas negara.

Baca Juga : Studi Sastra Dengan Pendekatan Ekstrinsik

Perspektif dan Pendekatan Sastra Bandingan

Menurut para ahli seperti Remak (Remak dalam Sofiyana, 2017) sastra bandingan adalah studi sastra yang melampaui batas negara dan mencakup hubungan dengan berbagai ilmu lainnya. Pendekatan ini bertujuan membandingkan sastra antar negara dan membandingkan sastra dengan bidang lain, seperti sejarah, tema, genre, gaya, evolusi budaya, dan aspek lainnya. Sastra bandingan menjadi salah satu pendekatan dalam ilmu sastra, yang memfokuskan perhatian pada perbedaan dan persamaan dalam karya sastra sebagai objek perbandingan.

Aspek yang sangat penting dalam penelitian sastra banding adalah sudut pandang atau prespektif. Dalam kerangka ini, pendapat Endaswara membuka wawasan mengenai empat prespektif utama dalam studi sastra banding, yaitu komparatif, historis, teoritis, dan perspektif antardisiplin. Dengan fokus pada pemahaman ini, sastra banding berupaya membandingkan satu karya sastra dengan yang lain, atau bahkan merangkum perbandingan dengan ilmu pengetahuan tertentu. Sastra banding tidak terbatas pada batas-batas negara, melainkan mengajak kita untuk memahami kecenderungan sastra yang diteliti melalui sudut pandang yang lebih luas.

1. Prespektif Komparatif

Prespektif komparatif melibatkan pembandingan antara dua karya sastra atau lebih guna mengidentifikasi perbedaan dan persamaan di antara mereka. Sebagai contoh, dapatkah kita menemukan kesamaan tema cinta dalam puisi dari dua budaya yang berbeda? Prespektif ini membuka jendela bagi pemahaman mendalam terhadap universalitas tema sastra di seluruh dunia.

2. Prespektif Historis

Prespektif historis membawa kita ke perjalanan waktu, memungkinkan peneliti untuk menelusuri perkembangan sastra dari masa ke masa. Bagaimana pengaruh peristiwa sejarah tertentu memengaruhi penciptaan karya sastra? Inilah yang menjadi fokus dari prespektif historis, membantu kita memahami konteks di balik setiap karya.

3. Prespektif Teoritis

Dari sudut pandang teoritis, sastra banding menyelami kerangka konseptual yang memandu penciptaan dan interpretasi karya sastra. Pemahaman teori sastra dari dua budaya dapat memberikan wawasan tentang bagaimana pandangan dunia dan nilai-nilai tercermin dalam tulisan mereka.

4. Perspektif Antardisiplin

Perspektif antardisiplin menghubungkan sastra dengan bidang ilmu lainnya. Dalam hal ini, sastra banding tidak hanya membandingkan karya sastra, tetapi juga melihat bagaimana sastra berinteraksi dengan disiplin ilmu seperti sejarah, filsafat, atau sosiologi. Sebagai contoh, bagaimana tema politik dalam sebuah novel dapat mencerminkan kondisi sosial pada masa tertentu?

Fokus pada empat prespektif utama ini memandu sastra banding untuk merumuskan perbandingan yang lebih bermakna. Sastra banding bukanlah sekadar perbandingan antara negara, melainkan sebuah upaya untuk meresapi keberagaman dan kekayaan sastra di dunia, menghubungkan benang merah dari berbagai sudut pandang untuk membentuk pemahaman yang lebih komprehensif.

Baca Juga: Konsep Dasar Sintaksis

Sekilas Sejarah sastra bandingan

Sekilas melihat sejarah sastra bandingan, kita dapat menyaksikan perjalanannya yang dimulai di Inggris, dipelopori oleh para Pemikir Prancis, yang kemudian diakui sebagai Pelopor Aliran Prancis. Perkembangan pesat terjadi di Amerika, yang mengembangkan konsep-konsep Sastra Bandingan dari aliran Prancis, menjadikannya dikenal sebagai Aliran Baru.

Aliran Prancis, sebagai Aliran Lama, meyakini bahwa sastra bandingan adalah pembandingan sastra secara sistematis dari dua negara yang berbeda. Menurut pandangan Prancis, syarat utama adalah bahwa sastra yang dijadikan objek kajian harus berasal dari bahasa yang berbeda. Dengan kata lain, standar utama menurut madzhab ini adalah perbedaan bahasa. Sehingga, jika seorang peneliti memeriksa dua karya sastra berbahasa Arab, hal tersebut tidak dianggap sebagai sastra banding, meskipun mungkin ditemukan adanya keterpengaruhannya pada karya yang dibandingkan. Di dalam sastra Arab, jenis perbandingan ini disebut muwazanah, bukan muqaranah.

Di sisi lain, aliran Amerika, yang merupakan Aliran Baru, tidak hanya membatasi perbandingan antara dua negara yang berbeda, melainkan memperluasnya ke perbandingan sastra dengan bidang ilmu atau seni tertentu (Hutomo dalam Suyad, 2018). Pelopor dalam aliran ini adalah Henry Remak pada tahun 1961, diikuti oleh Zepetnek. Seperti yang telah disinggung pada pembahasan awal, menurut Remak, sastra banding adalah studi sastra yang melampaui batas negara tertentu dan tidak hanya terfokus pada satu disiplin ilmu sastra saja. 

Dengan demikian, sejarah sastra bandingan mencerminkan evolusi konsep dari pendekatan Prancis yang berfokus pada perbedaan bahasa hingga perluasan Amerika yang memasukkan perbandingan dengan berbagai bidang ilmu dan seni. Perjalanan ini menciptakan landasan untuk pemahaman yang lebih komprehensif dan inklusif dalam mengkaji karya sastra dari perspektif global.

Relitas Keterpengaruhan Lapangan Sastra

Sastra bandingan bukan hanya sekadar metode penelitian, tetapi juga sebuah pintu gerbang menuju pemahaman yang lebih dalam terhadap keterkaitan dan pengaruh antara berbagai karya sastra. Dalam kajian ini, kita dapat melihat bahwa berbagai teori dapat digunakan, tergantung pada topik dan tujuan penelitian, memberikan fleksibilitas yang unik dalam pendekatan ini.

Ketika kita membandingkan dua karya sastra dengan bahasa dan asal negara yang berbeda namun memiliki tema yang serupa, kita menemukan sebuah jalinan pengaruh antara keduanya. Melihat tahun lahir setiap karya bisa menjadi jendela ke masa lalu, sementara memeriksa konteks sejarahnya memungkinkan kita untuk memahami nilai-nilai yang melandasi hubungan karya sastra tersebut. Dalam proses ini, fokus pada nilai-nilai sejarah dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang esensi keterpengaruhannya.

Dilatarbelakangi oleh sejarahnya, tujuan sastra bandingan adalah untuk menghapus pandangan sempit bahwa sastra nasional suatu bangsa lebih superior dari yang lain. Studi antarsastra ini menjelajahi keragaman dan menggarisbawahi bahwa setiap kelompok masyarakat atau bangsa memiliki kreativitasnya sendiri yang mencerminkan nilai-nilai tertentu. Ini adalah realitas keterpengaruhannya yang terlihat dari berbagai kajian, seperti contoh perbandingan dua novel berikut:

1. Kajian Antarsastra: "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" dan "Magdalena"

  • Latar Tempat: Kedua novel menggambarkan latar tempat dengan cara yang serupa.
  • Latar Waktu: Keduanya berlatar masa pramodern.
  • Latar Sosial-Budaya: Menonjolkan bentuk stratifikasi sosial, dengan perbedaan dalam dasar stratifikasi. "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" berdasarkan adat. Sedangkan "Magdalena" berdasarkan tingkatan kaya-miskin.
2. Kajian Antarsastra: "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" dan "Majnun Laila"

Persamaan:

      - Tema: Kedua novel memiliki tema cinta yang terhalang restu keluarga.

      - Alur: Menggunakan alur maju.

Perbedaan:

      - Latar: "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" di Indonesia, sedangkan "Majnun Laila" di Arab.

      - Tokoh dan Penokohan: Berbeda dalam karakter dan sifat tokoh utama.

Dengan menjelajahi perbandingan ini, kita dapat melihat betapa dinamisnya sastra bandingan dalam mengungkapkan perbedaan dan persamaan antara karya sastra dari berbagai budaya. Sebuah perjalanan yang mengajak kita untuk melihat sastra sebagai cerminan kompleksitas dan keragaman dunia.

Baca Juga : Strategi Cerdas Finansial

Referensi:

Badriyah Dkk, (2023) Analisis Struktur Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Dan Majnun 

Endraswara, S. (2013). Metodologi penelitian sastra. Media Pressindo.

Gustina, Herti. (2016). Perbandingan Latar Novel "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" Karya 

Hamka Dengan "Magdalena" Karya Mustafa Lutfi El Manfaluthi. Jambi: Fkip Universitas Jambi.

Hasam Al-Khatib (1992), Afaaq Al-Adab Al-Muqaran: ‘Arabiyan Wa ‘Alamiyan. Beirut: Dar Al 

Fikr.

Ridhwan, Ahmad Syauqi, (1990) Madkhal Ila Al-Dars Al-Adabi Al-Muqaran. Lebanon: Dar Al-

Ulum Al-Arabiyah. 

Sofiyana, (2017) Perbandingan Novel Air Mata Tuhan Karya Aguk Irawan M.N Ke Film Air Mata Surga Karya Hestu Saputra (Sebuah Kajian Sastra Bandingan).”

Suyadi, S. (2018). Pemertahanan Sastra Lokal Dan Sastra Nasional Melalui Pembelajaran Sastra Bandingan. MEDAN MAKNA: Jurnal Ilmu Kebahasaan dan Kesastraan, 11(1), 85-97.

Thaha Nada, (1980) Al-Adabu Al-Muqaran. Iskandariyah: Darul Ma’arif.


Comments

Postingan Terbaru

Popular Posts

Kanvas Misterius

Berharap Pada Angin Itu Percuma

Penikmat Instagram Story-mu

Studi Sastra Dengan Pendekatan Ekstrinsik