Menyapamu Dalam Paragraf Ini.

Dan rasanya tidak adil, jika pada paragraf ini tidak dapat menjawab pertanyaan isi kepala kita yang ramai mempertanyakan "sebenarnya siapa laki-laki misterius itu?". Maka, Izin untuk memperkenalkan dia....  Dia yang mahir tentang seni bercerita. Dia yang pandai bermain instrumen. Dia yang suka suasana pantai. Oh ya satu lagi, dia juga suka kopi Macchiato. Tapi tak banyak menghabiskan porsinya, karena dia terlalu sibuk dengan reka cipta. Jangan tanya inovasi apa yang dia lakukan.  Dia itu seperti bunglon.  Unik. Tapi, dengar! Pandangan kalian akan nanar jika mendengar stok lelucon-nya. Kalian mengira yang sama? Dia periang? Humoris? Oh tidak... Tumbuh dari aman tidak sepenuhnya menyenangkan. Sedikit ku gambarkan tentang pribadinya.
Berlanjut! 

Hal langka yang mungkin Via temukan hari itu. Bergegas untuk tak menghiraukan dan penasaran apa yang dilakukan laki-laki mesterius dengan makanan yang jumlahnya tidak sedikit, Via langsung kembali kedalam mobil untuk melanjutkan perjalanannya menuju rumah. Di sisi lain, alunan gemericik air nampaknya masih mengarahkan laki-laki tadi untuk mendatangi para pekerja jalan, saat berteduh. Ia menyodorkan box makanan tadi kepada mereka tanpa sepatah kata, namun seperti meng-iya-kan pertanyaan-pertanyaan yang justru belum sama sekali keluar dari mulut para pekerja. Hanya saja, mereka melihat laki-laki tersebut menatap dengan bola mata yang dikeliling air, namun tak sempat jatuh karna ia tertahan dengan ukiran senyum pada wajahnya. Mereka keheranan.

Salah satu dari mereka mengulurkan tangan untuk menerima box yang diberikan sambil menyampaikan terimakasih. Tapi pekerja itu hanya mendapat jawaban tepukkan pundak. Tangannya, ya,, benar, tanganya itu seperti charger yang menyalurkan energi, mengalir lalu menegakkan lagi tumpuan harapan kala lelah. Tak berlama-lama, laki-laki itu lantas melangkahkan kakinya kearah yang berlawanan. Dan para pekerja tak ingin melanjutkan rasa heran mereka, hanya saja mereka tidak mau menyia-nyiakan kesempatan pada waktu hujan. Benar.... do'a baik untuk laki-laki itu. Mereka melihat ketulusan dan rasa rindu pada wajahnya. "Tuhan... di ruang dan waktu yang tepat menurutmu, pertemukan ia dengan sesorang yang selalu terkait pada hatinya. Dan jika memang tidak kau izinkan, tolong hiasi harinya untuk selalu dikelilingi dengan orang-orang yang sama tulusnya, setulus hatinya itu".

Dan rasanya tidak adil, jika pada paragraf ini tidak dapat menjawab pertanyaan isi kepala kita yang ramai mempertanyakan "sebenarnya siapa laki-laki misterius itu?". Maka, Izin untuk memperkenalkan dia....

Dia yang mahir tentang seni bercerita.
Dia yang pandai bermain instrumen.
Dia yang suka suasana pantai.
Oh ya satu lagi, dia juga suka kopi Macchiato.
Tapi tak banyak menghabiskan porsinya, karena dia terlalu sibuk dengan reka cipta.
Jangan tanya inovasi apa yang dia lakukan. 
Dia itu seperti bunglon. 
Unik.
Tapi, dengar! Pandangan kalian akan nanar jika mendengar stok lelucon-nya.
Kalian mengira yang sama? Dia periang? Humoris?
Oh tidak... Tumbuh dari aman tidak sepenuhnya menyenangkan.
Sedikit ku gambarkan tentang pribadinya.
Dia hebat dari duka. 
Jiwanya telah terlatih. 
Dengan...
lamanya mengayuh.
Bingungnya menerka-nerka. 
Dan selalu dipecundangi semesta.
Dia menyelusuri jalan dengan lantang untuk bisa “Pulang dengan selamat”.
Dia adalah VIO.
Dia itu terlalu irit kata.
Maka tak sedikit pula orang menyebutnya menyebalkan.
Kalian percaya jika ku katakan ia jatmika?
Jadi mana yang nyata?


Biar ku jelaskan. Huhhst sedikit menyebalkan. Asumsi keliru itu tak sebanding dengan yang sebenarnya. Kalau dikatakan kita hanya melihat cover sebuah buku tapi tidak melihat isinya, bagaimana kita bisa menyimpulkan bahwa buku itu biasa saja. Juga.... bagaimana kita bisa mengenalnya, kalau kita tak mau membaca prolognya sama sekali, beralih, lalu jalan ninjanya hanya membaca ending-nya saja?

Yaps benar... penjelasan itu menggambarkan tentang Vio. Ketaksaan yang sempat membuat bingung, melahirkan pertanyaan konyol akan berkali-kali dipatahkan dengan sikap. “Apa memang benar yang dikatakan orang-orang? Dia se-menyebalkan itu?”. Jawaban itu hanya tersedia pada kendali waktu dimana semesta mengingkan Vio mengikis hari bersama dengan seseorang yang dikirimkan sebagai jawaban dari do’a para pekerja tadi.

Beberapa menit berlalu... 
(Setelah Vio menemui para pekerja tadi)
*Di rumah Vio*

Langkah kaki Vio yang semakin cepat, lambat laun membuatnya berlari mengejar 20 menit tadi yang terlewat. 16.10 ia baru bisa meletakkan kakinya di tangga pertama menuju kamarnya. Vio mulai menaikinya. Pikiran Vio terarahkan dengan 2 misi yang mesti ia selesaikan setiap pulang bekerja. Mata Vio tertuju pada walk in closet yang menimbun baju-bajunya itu, ia meraihnya dan bergegas mengganti kostum basah kuyup-nya itu.   

“Gila lu yo! Lo lari naik tangga ama baju basah gini. Kalau jatoh baru tau rasa lo” Seru Zayn seraya melemparkan handuk padanya. 
Vio sengaja memeluk sahabat kecilnyaa itu sambil berkata “Pertahankan cerewet-mu itu anak muda, aku menyukainya hehe” jawab Vio, kemudian memasang muka rayuaan agar Zayn mau memesankan kopi kesukaannya
“Macchiato Ze.... gua lupa buat mesen kopi itu tadi” perintah Vio.
“Alahhhh ni alasan lu doang kan biar gua bisa ngobrol sama si barista cerewet itu kan?” tanya Zayn sambil menajamkan matanya.
“Lah kan.. sebelas dua belas ama lu, haha. Lagian, lu juga yang menafsirkan itu, padahal gua kan cuma minta bantuan buat pesenin. Nggk mesti ke sana juga kan, ya walapun deket dari sini sih. lu tinggal pesen online aja kali zeeeeenn, gampang!” Jelas Vio.
“Tapi yo, ..” Belum sempat Zayn melanjutkan perkataannya, Vio memotong “Thanks.. my bro, gua sayang banget ama lu” 
“Idihhhh, geli banget gua dengernya!” Zayn merasa gidik. 
Zayn tiba-tiba menengadah dan mengerutkan kening seraya berkata “16.30 yo, lu mau seberapa ngaret lagi do’a lu terkabul?” Menyadarkan Vio. “Cepet lu sholat asar!” Lanjutnya menggebu.
Vio nyengir “Iya akang ustadz, jangan lupa pesenin itu juga ya!” seru Vio lalu pergi untuk membersihkan diri sebelum sholat. 


17.05 Vio gagal menyelesaikan 2 misinya. “Nggak nggak, mungkin 2 misi gua hari ini gagal, tapi ...” Kalimat itu terpotong, mendadak pandangan Vio menyapu seluruh sudut kamarnya, Vio mencari gitar kesayangannya. 
“sayang sekali gua gak suka nulis. Bisa aja kan gua utus merpati buat kirim secarik kertas. Yah walaupun diksinya berantakan si”. Vio mulai bernyanyi dengan gitarnya itu, dia memainkan diksi yang ada dipikirannya sendiri. 

Lagi-lagi semesta justru membuat alasan...
Yang mungkin dia pun menertawakan.
Dia bilang...“Bohong”
“Bohong, kalau belajar dari masa lalu”
“Bohong, kalau perjalanan sejauh ini, benar-benar membuat kuat”
Lalu dari sisi mana kau bisa pulang?
Teruntuk kepala dan hatiku.
Kau dengar itu?
Suatu saat kalian akan berterima kasih.
Jangan hentikan misi penyelamatan ini.

Kepiawaiannya dalam memainkan diksi, juga untuk setiap nada yang tercipta, rasanya akan kalah dengan ambisi isi kepala yang hanya berkutat di pojok rasa. Vio benar-benar merindukan seseorang. Ia tak sanggup lagi melanjutkan lagu itu. Beruntung Zayn menyergap dengan tamparan cup kopi panas pada pipinya itu.
“Njirr lu ngapain si!!? Panas tau!!!” Vio kaget. Sontak dengan itu Vio langsung menyingkirkan gitarnya. 
Sudut rasa. Dia cukup ruang sebelum peluh, tempat itu menyediakan kala berteduh. Dia memainkan peran keduanya. Bergelut dengan makna kata yang keluar dari kepala sendiri. 
“Gua ini sahabat lu dari jaman lu brojol ya yoooo, gua tau kenapa lu sekarang ada di pojok rasa ini. Tapi gua ingetin lu yo JANGAN PERNAH LEKAS MALAM!!!. Inget itu yo!” Jelas Zayn.
Vio mencoba mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan kopi kesukaannya itu. 
“Oh ya, mana kopi pesenan gua zen?.
Zayn sudah paham betul. Dia juga tak mau melanjutkan pembicaraan tadi. Ia langsung menyodorkan kopi padanya.


(Dirumah Via)
Di sisi lain, hanya dengan per sekian menit bertemu dengan Vio tadi di jalan, namapaknya membuat Via terhipnotis. Tidak untuk penampilan laki-laki misterius itu. Namun sikap dan tutur-nya yang selalu selaras, bertahap mampu mengantarkan dirinya pada kolase klasik. 
Lagi-lagi ini kendali waktu. Via tidak tau kalau nama yang selalu terdengar di setiap sudut kantor tempatnya bekerja, laki-laki yang betemu dengannya di jalan tadi, dia adalah orang yang sama. Dia adalah Vio, nama kembar yang tidaklain dan tidak bukan hanya beda tipis dengan namanya. Vio yang tiba-tiba muncul saat itu terlihat seperti sosok yang luar biasa menurut Via. Dia takhjub, kagum, hingga mampu membuat kilas balik.

Itu benar adanya. Mobil yang ia naiki memang menghantarkan Via ke rumah. Tapi tidak untuk pikirannya. Lagi-lagi Via melupakan halaman 313 yang sedang ia tulis. Matanya tertuju pada sebuah album dalam kotak. Lucu sekali, setelah sekian lama Via tak melihatnya, bahkan Via berusaha selama ini, untuk tak mengingatnya kembali. Namun sayang gara-gara Vio, kali ini Via harus berkata “Izin mengulas kembali ya, untuk hari ini saja” Ucapnya dengan pelan sembari mengelus kotak dan mengeluarkan kolase dengan perlahan. Ia mulai membuka lembaran awal. 

“Hey, kau ingat ini? Kala itu sebuah huruf menggantung di tanganku. Ia terikat dengan tali warna hitam kesukaanku. Katanya, dia akan selalu menemaniku. Aku gak tau, apakah ini masih benar-benar berfungsi? tapi, kemana huruf itu? Aku masih menyimpannya? Ooo tidak..tidak, Kali ini aku berjanji untuk mengulasnya saja, aku gak mau usahaku hanya jelaga” Elaknya.

Via memang tidak tau dimana gelang itu berada. Namun pikiranya tetap menjalar pada peta tempat ia menyimpan. Belum sempat membuka lembaran berikutnya, kakinya melakukan tugasnnya sendiri. Ia mulai melangkah mengikuti arah peta yang masih sangat rapi tersimpan di benak. Entah apa yang terpikirkan saat itu, Via memang benar-benar membuangnya atau sekedar menitipkan gelang itu dalam lepitan buku. 
Buku apa itu? Apakah ada fungsi lain dari buku selain untuk menulis merangakai kata? Apa yang Via maksud? 

Ah sial, ternyata itu lembaran album yang dipegangnya menyimpan sejuta kenangan, album itu benar benar menyimpan gelang itu. Gelang hitam yang kembali berada di pergelangan tangannya membawa Via pada serangkaian kisah masa kecil yang menyentuh hati. Namun, ada sesuatu yang masih mengganjal di benaknya.
 ia ingin sekali mengulasnya. tapi.....langit di luar mulai terasa lebih gelap, menandakan bahwa malam telah menjelang. Via memutuskan untuk menutup albumnya sementara dan menyimpannya kembali di lemari. Ia harus bersiap untuk melanjutkan projek baru dikantor besok. Jadi mari kita menyapa bunga tidur itu, semoga ia benar benar berpihak pada Via malam ini.

Comments

Postingan Terbaru

Popular Posts

Adab Muqaran dan Realitas Keterpengaruhan Lapangan Sastra

Kanvas Misterius

Berharap Pada Angin Itu Percuma

Penikmat Instagram Story-mu

Studi Sastra Dengan Pendekatan Ekstrinsik